Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik, sudah ada sejak masa Kaisar Pajang pada tahun 1546. Karya seni tradisional membatik terus dilakukan oleh masyarakat Laweyan hingga saat ini. Situasi seputar kegiatan membatik di masa lalu, didominasi oleh keberadaan pengusaha batik sebagai pemilik usaha batik. Desa Laweyan saat ini telah dirancang sebagai desa batik terpadu dengan menggunakan lahan seluas kurang lebih 24 hektar yang terdiri dari 3 blok. Konsep pengembangan terpadu bertujuan untuk menampilkan secara langsung nuansa dominan batik yang akan menyampaikan kepada pengunjung tentang keindahan seni batik. Batik motif Tirto Tejo dan motif Truntum merupakan ciri khas utama batik Laweyan.
Garmen dengan motif abstrak yang berwarna-warni menjadi penunjang seni batik yang melengkapi koleksi batik. Kampung batik Laweyan dilengkapi dengan fasilitas untuk memberikan kursus dan pelatihan belajar membatik tanpa dibatasi jumlah orang dan berorientasi sosial. Setiap rumah di sana memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai showroom dan rumah produksi, semuanya menjadi satu. Laweyan juga populer dengan bentuk bangunannya, terutama arsitektur rumah pengusaha batik yang dipengaruhi oleh arsitektur tradisional Jawa, Eropa, Cina, dan Islam. Bangunan-bangunan tersebut dilengkapi dengan pagar tinggi atau “benteng” yang menyebabkan terbentuknya gang-gang sempit tertentu di daerah itu.
0 Comments